Setiap pekerjaan tak pernah lepas dari risiko, termasuk menjadi wasit atau pengadil di lapangan hijau. Jika wasit dianggap salah membuat keputusan, tak jarang cemoohan, makian, bahkan pembunuhan sampai harus diterima oleh sang wasit.
Kejadian terbaru di Brasil bisa membuat kita mengelus dada. Seorang wasit harus kehilangan nyawa karena dipenggal dan dimutilasi saat pertandingan tengah berlangsung.
Seperti dilansir 101greatgoal, insiden berlangsung dalam sebuah pertandingan sepakbola amatir di Maranhao, Timur Laut Brasil, Sabtu 30 Juni 2013. Insiden barbar ini berawal dari kekesalan wasit, Otavio Jordao da Silva yang terus diserang dan dilecehkan seorang pemain, Josemir Santos Abreu.
Tak tahan kerap diserang, wasit 20 tahun itu kemudian menikam Abreu dengan pisau yang memang dia telah selipkan di balik baju. Abreu kemudian meregang nyawa di tempat usai mendapat tikaman.
Keluarga dan teman Abreu yang melihat insiden ini tersulut emosinya. Mereka kemudian dengan brutal menyerbu ke lapangan hijau dan membunuh Otavio. Aksi pembalasan ini sangat sadis karena selain membunuh, mereka juga memenggal kepala wasit itu dan menggantungnya di tiang. Selain itu, mereka juga memutilasi tubuh wasit itu menjadi empat bagian.
Kepolisian Brasil langsung bertindak cepat terkait insiden ini. Mereka telah menahan satu tersangka, yakni Luiz Moraes de Souza. Pria 27 tahun tersebut diduga terlibat pembunuhan sadis terhadap sang wasit.
Menurut laporan The Guardian, Luiz Moraes diduga menjadi otak pembunuhan. Pria tersebut ditangkap pada 2 Juli atau 2 hari setelah insiden. Markas kepolisian regional Santa Ines menyatakan, Polisi terus mendalami kasus pembunuhan ini.
Juru bicara kepolisian menyatakan akan melakukan idetifikasi dan meminta pertanggung jawaban semua pihak yang terlibat dalam peristiwa ini.
Kejadian terbaru di Brasil bisa membuat kita mengelus dada. Seorang wasit harus kehilangan nyawa karena dipenggal dan dimutilasi saat pertandingan tengah berlangsung.
Seperti dilansir 101greatgoal, insiden berlangsung dalam sebuah pertandingan sepakbola amatir di Maranhao, Timur Laut Brasil, Sabtu 30 Juni 2013. Insiden barbar ini berawal dari kekesalan wasit, Otavio Jordao da Silva yang terus diserang dan dilecehkan seorang pemain, Josemir Santos Abreu.
Tak tahan kerap diserang, wasit 20 tahun itu kemudian menikam Abreu dengan pisau yang memang dia telah selipkan di balik baju. Abreu kemudian meregang nyawa di tempat usai mendapat tikaman.
Keluarga dan teman Abreu yang melihat insiden ini tersulut emosinya. Mereka kemudian dengan brutal menyerbu ke lapangan hijau dan membunuh Otavio. Aksi pembalasan ini sangat sadis karena selain membunuh, mereka juga memenggal kepala wasit itu dan menggantungnya di tiang. Selain itu, mereka juga memutilasi tubuh wasit itu menjadi empat bagian.
Kepolisian Brasil langsung bertindak cepat terkait insiden ini. Mereka telah menahan satu tersangka, yakni Luiz Moraes de Souza. Pria 27 tahun tersebut diduga terlibat pembunuhan sadis terhadap sang wasit.
Menurut laporan The Guardian, Luiz Moraes diduga menjadi otak pembunuhan. Pria tersebut ditangkap pada 2 Juli atau 2 hari setelah insiden. Markas kepolisian regional Santa Ines menyatakan, Polisi terus mendalami kasus pembunuhan ini.
Juru bicara kepolisian menyatakan akan melakukan idetifikasi dan meminta pertanggung jawaban semua pihak yang terlibat dalam peristiwa ini.
"Satu bentuk kejahatan tidak pernah dibenarkan untuk membalas kejahatan lainnya. Tindakan seperti ini tidak sesuai dengan hukum negara," ujar juru bicara kepolisian sebagaimana dikutip The Guardian.
Wasit dan Pemain Harus Pegang Teguh Aturan
Anggota Komite Wasit PSSI, Purwanto, ikut menyesali kejadian ini. Menurutnya kejadian ini tak perlu terjadi jika pemain dan juga wasit mengikuti peraturan yang ada.
"Dalam pertandingan, kita semua harus mengikuti peraturan. Semua pemain harus tunduk para keputusan wasit. Jika pemain melanggar peraturan, hanya ada tiga hal yang boleh dilakukan wasit, yaitu teguran, peringatan, dan pengusiran atau kartu merah," kata Purwanto saat dihubungi VIVAbola, Minggu 7 Juli 2013.
"Jika pemain tidak puas dengan keputusan wasit, seperti memukul atau menyerang wasit, maka wasit berhak menuliskan laporan. Laporan khusus itu akan ditindak lanjut oleh komisi disiplin," sambung mantan wasit Indonesia ini.
Sementara itu, wasit berhak memberikan hukuman kepada pemain jika pemain tersebut melakukan kelalaian, kecurangan, atau bertindak berlebihan.
Wasit dan Pemain Harus Pegang Teguh Aturan
Anggota Komite Wasit PSSI, Purwanto, ikut menyesali kejadian ini. Menurutnya kejadian ini tak perlu terjadi jika pemain dan juga wasit mengikuti peraturan yang ada.
"Dalam pertandingan, kita semua harus mengikuti peraturan. Semua pemain harus tunduk para keputusan wasit. Jika pemain melanggar peraturan, hanya ada tiga hal yang boleh dilakukan wasit, yaitu teguran, peringatan, dan pengusiran atau kartu merah," kata Purwanto saat dihubungi VIVAbola, Minggu 7 Juli 2013.
"Jika pemain tidak puas dengan keputusan wasit, seperti memukul atau menyerang wasit, maka wasit berhak menuliskan laporan. Laporan khusus itu akan ditindak lanjut oleh komisi disiplin," sambung mantan wasit Indonesia ini.
Sementara itu, wasit berhak memberikan hukuman kepada pemain jika pemain tersebut melakukan kelalaian, kecurangan, atau bertindak berlebihan.
"Peraturannya seperti itu. Di lain itu tinggal berpulang pada pribadi masing-masing, harus sabar dalam melawan emosi. Manusia memang tak pernah lepas dari khilaf dan salah," ujar Purwanto.
Dalam kejadian di Brasil, wasit sempat menikam pemain dengan pisau yang dia selipkan di balik bajunya saat bertugas. Purwanto mempertanyakan hal ini karena menurut aturan ini sebenarnya tak boleh terjadi.
"Saya tidak tahu apa yang terjadi. Mungkin dia sudah merasa tak nyaman atau apa. Yang jelas, yang boleh dibawa wasit saat bertugas adalah tos koin, kartu kuning, kartu merah, bolpoin, buku catatan, jam tangan, dan stopwatch," ungkap Purwanto.
Kekerasan Terhadap Wasit Sudah Sering Terjadi
Tindakan kekerasan terhadap wasit bukan kali ini saja terjadi. Pada bulan Mei lalu, wasit di Amerika Serikat juga harus menghembuskan nafas terakhir karena menerima aksi kekerasan di lapangan hijau.
Seperti dilansir nbcsports, insiden naas itu bermula saat sang wasit yang bernama Ricardo Portillo mengganjar pemain muda Utah dengan kartu kuning. Tak terima, pemain yang baru berusia 17 tahun itu pun langsung melayangkan bogem mentah ke wajah Ricardo.
Wasit berusia 46 tahun itu roboh. Dia tak sadarkan diri dan terpaksa harus dilarikan ke rumah sakit. Sayangnya, setelah beberapa hari mendapat perawatan, nyawa Ricardo tak bisa diselamatkan.
Juru bicara kepolisian, Justin Hoyal mengatakan bahwa pihaknya telah menahan pelaku dengan tuduhan tindak kekerasan. Dia juga mengatakan bahwa pihak berwenang sedang menyiapkan tambahan hukuman kepada pelaku usai kematian wasit asal Salt Lake City tersebut.
Dalam kejadian di Brasil, wasit sempat menikam pemain dengan pisau yang dia selipkan di balik bajunya saat bertugas. Purwanto mempertanyakan hal ini karena menurut aturan ini sebenarnya tak boleh terjadi.
"Saya tidak tahu apa yang terjadi. Mungkin dia sudah merasa tak nyaman atau apa. Yang jelas, yang boleh dibawa wasit saat bertugas adalah tos koin, kartu kuning, kartu merah, bolpoin, buku catatan, jam tangan, dan stopwatch," ungkap Purwanto.
Kekerasan Terhadap Wasit Sudah Sering Terjadi
Tindakan kekerasan terhadap wasit bukan kali ini saja terjadi. Pada bulan Mei lalu, wasit di Amerika Serikat juga harus menghembuskan nafas terakhir karena menerima aksi kekerasan di lapangan hijau.
Seperti dilansir nbcsports, insiden naas itu bermula saat sang wasit yang bernama Ricardo Portillo mengganjar pemain muda Utah dengan kartu kuning. Tak terima, pemain yang baru berusia 17 tahun itu pun langsung melayangkan bogem mentah ke wajah Ricardo.
Wasit berusia 46 tahun itu roboh. Dia tak sadarkan diri dan terpaksa harus dilarikan ke rumah sakit. Sayangnya, setelah beberapa hari mendapat perawatan, nyawa Ricardo tak bisa diselamatkan.
Juru bicara kepolisian, Justin Hoyal mengatakan bahwa pihaknya telah menahan pelaku dengan tuduhan tindak kekerasan. Dia juga mengatakan bahwa pihak berwenang sedang menyiapkan tambahan hukuman kepada pelaku usai kematian wasit asal Salt Lake City tersebut.
Di Indonesia tindak pemukulan terhadap wasit juga pernah terjadi. Korbannya adalah wasit Muhaimin, yang memimpin laga Persiwa vs Pelita Bandung Raya, 21 April 2013. Dia harus menerima bogem mentah dari gelandang Persiwa Wamena, Edison Pieter Rumaropen. Aksi Rumaropen itu membuat wasit Muhaimin mendapat tiga jahitan di bibir.
Insiden bermula saat Muhaimin menunjuk titik putih atas tackling OK John terhadap Nova Arianto pada menit 81. Tidak terima dengan keputusan tersebut, para pemain Persiwa beramai-ramai melayangkan protes kepada Muhaimin. Namun tanpa terduga, Rumaropen yang berdiri di belakang wasit datang menghampiri sembari melayangkan bogem mentah ke wajah Muhaimin.
Pemukulan tersebut membuat mulut Muhaimin berdarah. Pertandingan pun sempat berhenti selama 15 sebelum kemudian dilanjutkan dengan wasit cadangan. Akibat pemukulan itu, Rumaropen diganjar kartu merah. Dalam laga tersebut, Persiwa akhirnya kalah dengan skor tipis 1-2.
Rumaropen lalu dijatuhi sanksi larangan bermain seumur hidup oleh Komisi Disiplin PSSI. Rumaropen merasa keberatan dan mengajukan banding. Komisi Banding PSSI pada Kamis 23 Mei 2013, mengumumkan bahwa banding Rumaropen diterima. Hukumannya dikurangi jadi 1 tahun ditambah denda Rp100 juta.
Pemukulan tersebut membuat mulut Muhaimin berdarah. Pertandingan pun sempat berhenti selama 15 sebelum kemudian dilanjutkan dengan wasit cadangan. Akibat pemukulan itu, Rumaropen diganjar kartu merah. Dalam laga tersebut, Persiwa akhirnya kalah dengan skor tipis 1-2.
Rumaropen lalu dijatuhi sanksi larangan bermain seumur hidup oleh Komisi Disiplin PSSI. Rumaropen merasa keberatan dan mengajukan banding. Komisi Banding PSSI pada Kamis 23 Mei 2013, mengumumkan bahwa banding Rumaropen diterima. Hukumannya dikurangi jadi 1 tahun ditambah denda Rp100 juta.
Sumber : viva.co.id